Cinta.., kedengarannya sungguh membuat kita melayang
bertamasya ke hamparan taman yang penuh bunga. Cinta identik dengan perasaan
yang berbunga-bunga ketika kita dimabuk cinta atau kasmaran. Kehidupan yang
kita jalani ini tak luput dari rasa cinta. Cinta anak kepada orang tua, suami
kepada istri, cinta kepada negara, cinta kepada agama dan Cinta Allah dan
Rasul-Nya.
Well.., mencintai dan dicintai sungguh indah, ketika kita
tidak meletakkan cinta pada tempat yang salah. Dua tahun silam, ( jadi ingin
bernostalgia ciee.. gayanya mantep bener).
Waktu itu, aku mengenalnya lewat sebuah media sosial yang
sampai kini masih banyak di gunakan yaitu Fb. Setelah setengah tahun
mengenalnya dan kita jarang berkomunikasi karena aku dan beliau mempunyai
kesibukan yang sama. Kita masih sama-sama mengejar mimpi dan cita-cita yaitu
menyelesaikan kuliah masing-masing. Kita hanya berteman biasa layaknya seorang
sahabat.
Setelah selesai ujian akhir semester di musim panas. Secara tak
sengaja kita chatting memekai yahoo massanger. Setelah pembicaraan yang panjang
dan perkenalan singkat itu.
“bolehkah aku menjadi temanmu?” beliau berbicara dari arah
seberang dengan menggunakan voice.
“iya, kita memang teman kan?” aku berbalik bertanya atau
hanya ingin meyakinkannya. Bahwasannya kami memang benar-benar berteman.
“iya maksudku, kita menjadi teman dekat.” Selanya lagi
meyakinkan pertanyaanku yang sungguh tak kumengerti apa maksud dari percakapan
ini.
“kita memang teman dekat.” Kataku .
“maksudku, aku ingin lebih dekat lagi mengenalmu,
menjadikanmu teman special dalam hidupku.” Ujarnya dari seberang sana dengan
suara mantap.
Sesaat lamanya aku hanya diam. Lalu hening...
“haloo.., haloo.. masih di sana?”
suara dari seberang terdengar samar-samar di telingaku.
“iyaa... masih.” Jawabku linglung.
Karena memikirkan jawaban apa yang akan kuberikan.
“gimana? Boleh gak?” tanyanya lagi
dengan penuh harap. Supaya aku bisa
menerimanya menjadi teman special dalam hidupku.
“aku pikir-pikir dulu ya?” kataku
sore itu penuh kegalauan. Kutatap layar komputer hampa. Setelah percakapan yang
panjang itu akhirnya kami saling berpamitan karena hari semakin senja.
Seminggu setelah itu, aku
menemuinya lagi di chatting. Dia menanyakan pertanyaan yang sama. Aku mengatakan
dengan jawaban tidak. Dia terlihat sedih dari nada suaranya yang kudengar. Pertama
dia mengira, aku akan menerimanya dengan senang hati. Ternyata jawabanku
membuatnya kecewa. Aku melakukan itu bukan berarti aku membencinya, justru
karena aku takut. Takut pada diriku sendiri. Aku tidak siap untuk terluka. Seperti
yang sudah-sudah, kata temanku orang-orang yang kita kenal di dunia maya tidak
sesuai dengan dunia nyata, Berbalik 100 %. Apalagi aku mempertaruhkan hidupku
dan menjatuhkan hatiku yang tak kutahu kepribadiannya seperti apa. Layakkah ia
menjadi imamku nanti? Atau justru sebaliknya. Karena kami belum pernah bertemu.
Kepalaku pusing, galau. aku hanya
menatap langit-langit kamar dan sesekali melihat kearah jendela. Suara angin
gurun kentara di telingaku. Kulirik jam di dinding kamarku sudah menunjukkan
tengah malam, namun mataku belum ingin kupejamkan.
Sebulan berlalu, dia masih tetap
gigih meyakinkan aku. Tidak menyerah sama sekali. Walau dengan cuek, acuh tak
acuh aku menolaknya. Lima kali sudah aku
menolaknya. Dia masih tetap berusaha untuk mendapatkan hatiku.
“aku serius ingin meminangmu,
menjadikanmu sebagai pendamping hidupku dan ibu dari anak-anakku kelak. Aku sudah
memikirkan semuanya. Walau aku harus membagi waktu untuk kuliah dan mencari
nafkah untuk keluarga.” Ujarnya dari negara seberang dengan penuh bijaksana.
Aku semakin galau, hatiku seakan
terombang ambing. Langkah apa yang mustiku ambil selanjutnya. Dia benar-benar
serius. apalagi sudah menceritakan semua prihal menyukaiku kepada kedua orang
tuanya. Dan orang tuanya ingin berbicara denganku melalu telepon. Setelah percakapan
terakhir itu melalui komputer, aku kembali ke kamar dan menarik selimut. Aku diserang
demam, dua hari terbaring lemah.
“yaa Allah yaa Rabbie... yang
jiwaku selalu ada dalam genggaman-Mu. Tuntun langkahku ya Ilahi.. ke jalan yang
selalu engkau Ridhai” aku terus meminta kepada-Nya segala yang terbaik di
hidupku.
Akhirnya aku mengadu semuanya
kepada Allah, dengan shalat istikharah. Apapun yang kurasakan, sedih, kecewa,
gelisah, bingung. Akhirnya Allah memantapkan hatiku dan hatinya. Dan kami
akhirnya menikah.
Allah telah menyatukan antara dua
hati, meski kami berbeda daerah dan adat. Aceh-Bengkulu. Dan Allah lah menyatukan
dua cinta. Antara Kairo dan Tripoly. Karena kami berkuliah di negara yang
berbeda. Sungguh perbedaan ini adalah rahmah, menyatu dalam satu hati yaitu
sama-sama mencintai Allah. Setelah itu aku benar-benar mencintainya. Aku selalu
jatuh cinta pada suamiku, baik itu kelebihan dan kekurangan. Karena mencintai
tak melihat kekurangan atau kelebihan. Karena masing-masing kami mempunyai
kekuarangan dan kelebihan itu.
Yaa Rabbie... jadikan rumah
tangga yang baru kami bangun ini selalu dibawah naungan-Mu sakinah, mawaddah,
dan warahmah sampai ke jannah-Mu ya Allah. Satukanlah hati dan jiwa kami. Turunkanlah
mahabbah-Mu kepada kami, tuntun keluarga ini ke jalan yang senantiasa Engkau ridhai
dan titipkan kepada kami kebahagian ya Ilahi Rabbi.., sampai kesurga-Mu. Serta beri
kami anak yang sholeh dan shalihah penghafal alqur’an. Amien Allahumma amien.
Do’a yang tidak pernah putus,
kuhanturkan untuk suamiku yang tak kenal lelah berjuang. Lindungi suamiku ya
Allah, dari segala keburukan dan jaga beliau dengan sebaik-baik penjagaan
dari-Mu. Mudahkan segala perjuangan beliau thalabil ilmi di Libya. Beri beliau
kenajahan dan izinkan beliau untuk cepat kembali. Karena kami begitu saling
merindui.
Rabbi yassir walaa tu’assir, Rabbi
tamim bil khair...
falillahu khairu haafidhaa wahuwa arhamurrahimiin...