Cita-Cita Mulia
Siang yang sungguh membakar. Seperti
tidak ingin memberi ampun kepada sesiapa yang sedang berada diluar rumah. Aroma
keringat tercium lekat dihidungku. Bengkulu sungguh memanas. Aku mengambil helm
yang terletak diantara tumpukan barang-barang yang tak bertuan lagi di dekat
dapur. Serta menyambar kunci motor yang berada di dinding ruangan. Lima belas
menit kemudian aku sudah berada di depan masjid Al-faruq. Dimana aku sudah
ditunggu oleh seorang teman. Cerita itupun mengalir. Dan kami berkenalan dengan
salah seorang mahasiswi jurusan da’wah di kampus tersebut.
“mbak dosen dikampus ini? Kok masih muda yah?” dia menatapku
takjub.
“iya alhamdulillah, diamanhin buat ngajar disini.” Aku
menatapnya sambil tersenyum.
“tapi mbak masih terlalu muda.” Ucapnya lagi, seakan tak
percaya.
“jadi dosen disini, udah bercucu semua yah?hehe.” kataku
sambil terkekeh.
“aku pengen kayak mbak, bisa kuliah di kairo, tapi... sudah
terlambat mbak.” Dia berujar dengan raut wajah sedih.
“Tidak ada kata terlambat, selama kita mau mencobanya.” Aku Mencoba
menyemangatinya.
“Selama kita merasa pilihan kita itu yang terbaik, kenapa
tidak kita perjuangkan. Tidak ada kata istilah terlambat untuk memulai segala
kebaikan dalam hidup ini.” Kataku pada seorang mahasiswi yang baru saja
berkenalan di masjid kampus hijau.
“kalau melihat kebelakang, aku itu menyesal mbak, kenapa
dulu aku tak masuk kepondok saja, biyar bisa melanjutkan study ke Mesir,
seperti mbak.” Ungkapnya penuh sesal. Matanya nanar menatap lurus kedepan.
Menyesali keputusan yang sudah ia ambil lima tahun silam itu.
“sudahlah.., tidak ada yang perlu disesalkan. Semua itu
pasti sudah diatur oleh Allah. Dan tidak ada kata terlambat.” Ucapku pelan
sambil tersenyum kearahnya.
“yakinlah, Allah mempunyai sejuta cara, kalau kita mau
berusaha untuk menggapai cita-cita yang tertunda.” Sambil menepuk pundaknya
pelan.
“iya mbak, aku akan berusaha, walaupun aku gak bisa S1 di
sana tapi mimpiku untuk bisa S2 di Mesir, akan aku buktikan. Aku bakal bisa.”
Ujarnya mantap penuh optimis.
“intinya ikhtiyar dan terus berdo’a. “lanjutku lagi seperti
penceramah kondang.
“kalau do’a kita gak Allah kabulkan sekarang, mana tau dua
puluh tahun kedepan kita bisa nganterin anak buat sekolah ke Mesir?” aku
mengajaknya bermimpi. Yah tepatnya seperti itu.
Memang seharusnya didalam hidup
ini kita mempunyai impian. Karena dengan bermimpi, hidup kita menjadi
bersemangat. Karena ada yang kita prioritaskan untuk dicapai. Tak banyak orang
yang menjalani hidup tanpa tujuan yang jelas. Menjalaninya hanya sebatas tidur,
makan, lalu tidur lagi dan seterusnya. Kalau kita membuat peta kehidupan,
insyallah hidup kita akan menjadi lebih terarah.
Hidup ini begitu singkat, umur
yang diberi ini amanah yang musti diarahkan menjadi pribadi yang unggul dan
bertaqwa kepada sang pencipta. Karena diakhirat kelak apa yang kita lakukan
sewaktu di dunia diminta pertanggung jawaban dihadapan Allah Swt.
Seperti Nita tadi, salah seorang
mahasiswi yang kutemui dikampus Hijau ini, mempunyai cita-cita mulia ingin
melanjutkan pendidikan ke Al-Azhar University.
Yaitu universitas yang diimpikan banyak orang di dunia. Semoga apa yang
kita cita-citakan Allah permudah, amin allahumma amien.
10.54 | Label: Ceritaku | 0 Comments
Istana kecilku
Aceh, 12-12-2012
“saya terima
nikahnya halimah anak ayah untuk saya dengan mas kawin seperangkat
alat shalat dibayar tunai.” Ucap beliau dengan mantap.
Aku menitikkan
air mata. Rasa syukur dan haru menjadi satu. Akhirnya Allah menyatukan kami
dengan jalannya yang begitu indah.
Syukru laka
yaa rabbie..., aku tidak tau musti mengatakan apalagi. Semuanya berjalan begitu
cepat. Rasanya baru kemarin aku sampai ke indonesia dengan membawa sejuta
impian dan tepat pukul dua belas siang itu Allah menyatukan kami dalam waktu
yang begitu Indah. Acara akad yang sederhana penuh keberkahan.
Yaa
rabbie.., jadikan rumah tangga kami, sakinah, mawaddah waa rahmah sampai ke
surga-Mu yaa Allah. Jadikan kami saling mencintai karena-Mu dengan penuh ikhlas
dan kasih.
Disini di
istana kecil kami baru saja berdiri, penuh dengan canda, tawa, suka, cita, dan
penuh dengan deraian
air mata kebahagian. Karena sudah ditemukan dengan separuh
jiwa raga dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Dan mimpi-mimpi ini akan
selalu terukir indah dalam sanubari.
Suamiku...,
aku sangat bersyukur. Ingin rasanya aku selalu berada didekatmu dan menemani
perjuanganmu. Aku akan meminta pada Allah, aku ingin senantiasa ada bukan hanya
ketika bahagiamu tapi juga duka dan laramu. Dan bersamamu ingin kugapai surga
itu.
Istana kecil
ini baru saja berdiri,
Tatkala
engkau menyapaku dengan sapaan “sayang” aku begitu bahagia. Senyumku mengembang
bak bunga-bunga bermekaran dimusim semi.
Ketika
engkau menatapku dengan penuh kasih aku seakan melayang, seperti sudah terbang
keangkasa.
Terima kasih
cinta..., sudah menerimaku apa adanya, walau sepenuhnya aku belum bisa menjadi
sesempurna bidadari.
Terima kasih
Rindu, jiwa dan untaian do’aku akan selalu temani hari-harimu.
Istana kecil
ini baru saja berdiri,
Ketika
kusadari, suamiku akan segera pergi, rasanya aku gak sanggup untuk berdiri.
Setelah melaksanakan shalat dhuhur berjama’ah di bandara polonia Medan, aku tak
sanggup menguasai diri. Air mata seakan ingin tumpah dipelukmu. Akhirnya air
mataku tumpah ketika suamiku mulai menjauh meninggalkanku, masuk keruang
tunggu.
Aku tidak pernah
menyesali dengan semua ini. jiwaku hanya ingin engkau selalu bahagia suamiku
sayang. Karena, bahagiamu adalah sukaku dan kesedihanmu adalah kesedihanku. Setelah itu kepergianmu untuk menuntut ilmu
dibenua seberang membuat hari-hariku semakin sepi. Hanya bayang-bayangmu yang
senantiasa berkelabat dikelopak mataku. Senantiasa temani aku.
Sedih, menangis,
berurai air mata, sesak yang mendera. Namun aku bahagia karena suamiku bahagia
untuk menggapai cita-citanya kembali menuntut ilmu di benua seberang.
Yaa
Rabbie... jagalah suamiku dengan sebaik-baik penjagaan dari-Mu.
Mudahkanlah
segala urusannya, beri beliau kesuksesan.
Dan
sampaikan tiap detik rindu yang berlalu ya Rabbie...
Miss u more
my husban.
Love u to be
more than my life.
08.36 | Label: Ceritaku | 2 Comments
Hujan Menjerat Rinduku
Sore tak seperti biasa, warna jingga tak kutemui dalam pancaran mega
senja. Aku mengayunkan kaki di antara krikil yang kulalui. Dengan melewati
semak-semak dan beberapa serpihan kaca yang berbentuk seperti puing-puing yang
tak terlihat lagi. Aku terus berjalan melewati jalan setapak tersebut. Tak lama
kemudian langit semakin kelam, meredup diliputi oleh awan-awan hitam yang
gelap.
Aku semakin cepat melangkah. Tiba-tiba butiran air kristal itu turun
semakin menjadi. Hujan semakin lebat dan aku berlari-lari kecil diantara jalan
yang banyak dilalui oleh kendaraan roda dua hingga roda empat itu saling
berlomba untuk berlindung.
Lima menit kemudian, akhirnya aku sampai ketempat tujuan yaitu sebuah
warung yang sangat berjasa bagi keluarga ini. Begitu aku sampai diwarung
tersebut, setelah mengucapkan salam aku melihat wajah lelah mama masih
mengenakan mukena kesayangannya yang sudah terlihat agak sedikit lusuh. Lalu aku
menyapa mama sambil tersenyum. Lalu kami mengebrol tentang kepulangan adikku
yang paling kecil.
Beberapa menit kemudian aku melangkah kedapur. Suara perutku seakan berdemo
itu tak terdengar lagi dengan suara hujan di luar sana yang kian lebat. Tiba-tiba
lampu mati seketika, setelah aku menyelesaikan mencuci piring di dapur. Kulihat
suasana diluar, hujan seakan tak memberikan ampun kepada mereka yang berlalu
lalang dengan kendaraan yang dijalanan tersebut. Aku berpikir sejenak dengan
melirik jam di dinding tersebut. Setelah mencari payung akhirnya aku memutuskan
untuk menerobos hujan yang tidak ada tanda-tanda untuk berhenti tersebut.
“tunggu sebentar lagi kalau mau balik?” ucap mama sambil menatap hujan
yang kian lebat diluar sana.
“Gapapa ma, soalnya mumpung masih siang.” Kataku meyakinkan mama yang
terlihat khawatir. Karena bukan hanya hujan yang turun semakin lebat tapi
dibarengin dengan kilatan yang menyambar-nyambar dan suara petir yang
menggelegar.
Setelah mengucapkan salam dan berpamitan pada mama, akupun melangkah
dengan mengucapkan basmallah. Dijalanan terlihat sepi, tak ada yang berlalu
lalang. Aku berjalan di antara hujan yang semakin membabi buta, dengan perasaan
was-was bercampur cemas karena hari semakin gelap dan suara gemuruh semakin
menyeramkan terdengar di telingaku.
Aku semakin mempercepat langkahku dan sembari berdo’a dalam hati.
“laa haulaa wala quwwata illa billah.” Aku komat-kamit melafazkan zikir
tersebut. Karena suara petir kian menggelegar dan aku semakin panik.
Lima menit berlalu akhirnya aku sampai dirumah, seperti biasa gelap,
tak kutemui seutas cahaya disana. Akhirnya aku menyalakan lilin sisa malam
kemarin. Aku beranjak ke belakang untuk berwudhu’. Dan melaksanakan shalat
maghrib. Setelah tilawah Lalu terbitlah beberapa bait puisi rindu.
Saat hadirnya kian dekat,
Sedekat hatiku akan hadirmu dalam hidupku.
Selalu saja ada rindu dalam tiap detik yang berlalu.
Walau kita dipisahkan oleh jarak dan waktu,
Namun bagiku. Cinta dan rinduku tak berjarak oleh semua itu.
Sungguh, raga dan jiwa ini tak ingin jauh darimu.
Karena rembulan dalam hati telah tertawan.
Di dalam detik gerak awan.
Padahal samudara jiwa,
Terkoyak mendung diangkasa.
Bengkulu dipenghujung rindu.
Kanda I Miss You :-*
08.21 | Label: Ceritaku | 0 Comments
Sepi dalam retak takdir
Gemuruh jiwa
aku beringsut
Badai menerpa,
kapal tetap berlayar
Hempasan gelombang,
hampir tak sanggup aku berdiri.
Hanyut bersama
cakrawala jingga.
Angin menyepi
Aku terduduk
letih sepi
Sendiri aku
tertinggal disini
Karena setengah
jiwaku telah terbang bersamamu
Bahkan aku
lupa, sudah berapa juta rinduku melewati sepi
Dan setiap
menit dan detikku sepi dalam retak takdir-Mu.
11.50 | Label: Karyaku | 0 Comments
Menjulang Rindu
Sebenarnya setiap
malam aku menulang Rasa
buat kanda tercinta ^_^
Berjalan di
antara pelita langit
Segalanya gelap,
beringsut lalu menghilang
Terbit seutas
cahaya
Lalu tangis
saling beradu
Dengan suara
hujan yang menderu
Karena hujan
menghadirkan sejuta rindu
Tentang sebuah
kisah kasih
Antara kau
dan aku
Bila saatnya
kita bertemu
Hujan bukanlah
saksi bisu
Karena derai-derai
angin memunguti segala harap
Lalu tangis-tangis
beradu dan tergugu
Mendulang sesuap
Rindu
dan kita akan bertemu
saling meluapkan Rindu
saling meluapkan Rindu
11.12 | Label: Karyaku | 0 Comments
Langganan:
Postingan (Atom)
Blog List
Jumlah Pengunjung
Blogroll
About
Sumber : http://fatholthearseko.blogspot.com/2012/08/kumpulan-jam-islami.html#ixzz2UXFRyhZU
Blogger templates
https://a1.sndcdn.com/images/default_avatar_large.png?9556ac0
Pages
Diberdayakan oleh Blogger.
-
Jika setiap puisi adalah do’a Aku harap ini adalah puisi. Kristal bening berjatuhan, saat mengadahMu. Ku tak ingin malam ini cepat b...
-
Di sana.., Saat mentari pagi tersenyum malu. Mengembara sang waktu. Burung-burung ikut bersenandung merdu. Bergegas menyongsong ke...
-
Sore ini hujan turun perlahan menyirami bumi rafflesiaku yang beberapa hari ini terik sungguh menyengat mentari. Hujan maghrib ini kusambu...
-
Cinta.., kedengarannya sungguh membuat kita melayang bertamasya ke hamparan taman yang penuh bunga. Cinta identik dengan perasaan yang ...
-
Pagi ini terasa sunyi Karena malamku tanpa candamu Pagi ini juga terasa dingin Karena malamku tak bersamamu Pada embun pagi, k...
-
Sore tak seperti biasa, warna jingga tak kutemui dalam pancaran mega senja. Aku mengayunkan kaki di antara krikil yang kulalui. Denga...
-
Jarak ini memekarkan rindu yang begitu menggebu. Hanya do'a yang bisa kuurai. untuk sebuah pertemuan indah nantinya. yaa Allah.., ...
-
Siang yang sungguh membakar. Seperti tidak ingin memberi ampun kepada sesiapa yang sedang berada diluar rumah. Aroma keringat tercium...
-
Ruang itu bernama Rindu... Entah mengapa, tiba-tiba senja itu berubah membisu. Dan perasaan ini tak menentu. Seringai bayang menje...
-
Alarn disebelahku meraung-raung. Tanganku reflex menyambar dan langsung mematikannya. Kuperhatikan kamar yang remang-remang hanya ada s...
Blog Archive
About Me
- Unknown